Jumat, 20 Februari 2015

Salah Alamat

Assalamu'alaikum..
Bismillahirrahmanirrahiim…


Tiga penghuni pertama neraka adalah seorang mujahid, seorang ahli sedekah, dan seorang ahli Al Qur’an.

Nah lo, kok bisa begitu?!

“Ya, gara-gara salah alamat,” 
Dikutip Dalam Kitab Hadits Riyaadhushshoolihiin Bab Tahrimir-riyaa’ juz 2 Hal 226.

Tentu saja pesan hadits yang ia sampaikan membuat merinding termasuk saya sendiri bahkan tidak terasa menetes airmata ini. namun mungkin ada beberapa sahabat sekalian yang merasa bingung engga’ tahu kenapa… (www.bingung.com)

Dalam hadits Nabi Muhammad itu dijelaskan, ketiga penghuni pertama neraka bukanlah ahli maksiat, melainkan ahli kebaikan, ahli amal shaleh. Mereka berperang di jalan Allah dan meninggal di medan jihad. Mereka gemar berbagi (ahlushshodaqah), dan gemar membaca dan mengajarkan Al Qur’an (Ahlul-Quran).

Tetapi, yang tersembunyi dari pandangan manusia, ternyata mereka berjihad karena ingin dikatakan sebagai pemberani. Mereka bersedekah karena ingin dikatakan sebagai dermawan. Mereka rajin baca Al-Quran dan belajar ilmu agama serta mengajarkannya karena ingin dikatakan qâri’ (ahli membaca Al-Quran) dan orang pintar agama (‘ulama).

Ya, mereka tergelincir besar karena urusan yang kita anggap ‘’kecil’’, yaitu: niat; kalau kata orang Betawi, nawaitunye pegimane? Buat sape kita beramal?

Padahal, kebangetan banget jika seorang muslim belum pernah mendengar hadits yang menjadi urutan pertama dalam kajian kitab Al-Arba’in An-Nawawi, tentang ungkapan Rasulullah yang dikutip oleh Umar bin Khattab saat ‘‘Singa Padang Pasir’’ ini berkhutbah :

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ هَاجَرَ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya amalan-amalan itu sah dengan niat, dan setiap orang hanya mendapat apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrah karena Allah dan RasulNya, ia mendapat pahala hijrah karena Allah dan RasulNya. Dan barang siapa hijrah karena dunia yang ingin dia raih atau wanita yang ingin dia nikahi, maka itulah yang ia dapat dari hijrahnya”
(HR al-Bukhari dan Muslim).

Selain itu ada salah satu hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan Nasai. Inilah hadits yang bikin gemetar diri saya pribadi.

“إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ :فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا ؟ قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ.” قَالَ: “كَذَبْتَ! وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لأَنْ يُقَالَ جَرِىءٌ.” فَقَدْ قِيلَ. ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ.

“Sesungguhnya, orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Selanjutnya, orang itu dibawa menghadap dan ditunjukkan kepada kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadanya hingga orang itu mengetahuinya.

Kemudian Allah berfirman, ‘apa yang telah engkau kerjakan?’ 

orang tersebut menjawab, ‘aku berperang demi Engkau (Allah) hingga aku mati syahid.’

Kemudian Allah berfirman lagi, ‘Kamu berbohong! Kamu berperang karena kamu ingin dianggap sebagai pemberani.’ Dan memang telah dikatakan demikian. Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret orang tersebut hingga ia terlempar di api neraka.

الْقُرْآنَ.” قَالَ :”كَذَبْتَ! وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ.” فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ.

Giliran selanjutnya adalah orang yang mempelajari ilmu dan mengamalkannya, serta orang yang membaca Al Qur’an. Selanjutnya, orang itu dibawa menghadap dan ditunjukkan kepada kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadanya hingga orang itu mengetahuinya.

Kemudian Allah berfirman, ‘Apa yang telah engkau kerjakan?’ 

Orang tersebut menjawab, ‘Aku telah mempelajari ilmu dan mengamalkannya, serta aku telah mambaca Al Qur’an demi Engkau (Allah).’ 

Kemudian Allah berfirman lagi, ‘Kamu berbohong! kamu mempelajari ilmu karena ingin dianggap sebagai orang alim dan kamu membaca Al Qur’an karena kamu ingin dianggap sebagai qori.’ Dan memang telah dikatakan demikian. Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret orang tersebut hingga ia terlempar di api neraka.

وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ : “فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟” قَالَ :”مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ .” قَالَ: كَذَبْتَ! وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ”. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِىَ فِى النَّارِ “

Giliran selanjutnya adalah orang yang diberikan keluasan rizki berupa harta yang melimpah oleh Allah. Selanjutnya, orang itu dibawa menghadap dan ditunjukkan kepada kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadanya hingga orang itu mengetahuinya.

Kemudian Allah berfirman, ‘Apa yang telah engkau kerjakan?’ orang tersebut menjawab, ‘Aku telah aku telah menginfakkan harta di jalan yang Engkau (Allah) cintai demi Engkau.’ 

Kemudian Allah berfirman lagi, ‘Kamu berbohong! Kamu berbuat yang demikian karena ingin dianggap sebagai orang yang dermawan’ Dan memang telah dikatakan demikian. 

Lalu Allah memerintahkan malaikat untuk menyeret orang tersebut hingga ia terlempar di api neraka.

Sahabat Muslim yang Cerdas,
Kebangetan sekali kalau kita tidak gemetar dengan hadits tersebut. Sedangkan Mu’awiyah ra saja begitu menyimak hadits itu menangis sesenggukan sampai jatuh pingsan. Ketika siuman, ia lalu berkata:

صدَقَ الله ورسولُه ، قال الله – عز وجل – :] مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّار [ ((هود : 15-16)) .

 Maha Benar Allah dan Rasul-Nya, Allah ‘azza wa jalla dalam surat Hud ayat 15-16 berfirman :

 “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka Balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.
(QS Hud [11]: 15-16)

Sahabat….
Makanya kita kudu inget sama janji kita yang diikrarkan setiap permulaan shalat (bacaan iftitah) kita:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah.”
(QS Al-An’am [6]: 162-163)


Jangan sampe ada yang lain di niat kita, ngeri… Penting sekali mengetahui hakikat kedua hal tersebut dalam suatu amal perbuatan. Kapan perbuatan itu dikatakan tidak diterima? Bagaimanakah hukum menyertakan niat lain selain Allah dalam beramal? Kapan seseorang dianggap berdosa, dan kapan dianggap tidak berdosa? Demikian Kyai menuturkan beberapa pertanyaan beruntun kepada para jama’ah tapi beliau juga yang menjawab dengan pendapat Syeikh Muhammad Saleh Al-Munajjid yang menjawabnya sesuai dengan urutan sebagai berikut:

Pertama, beramal semata-mata karena Allah dan tidak tercampur oleh niat duniawi lainnya. Tingkatan ini merupakan derajat tertinggi.

Kedua, beramal karena Allah dan dibarengi dengan niat lain yang diperbolehkan. Misalnya kita berpuasa karena Allah kemudian kita barengi dengan niat demi menjaga kesehatan. Seperti halnya niat haji dan berdagang, berjihad dan mendapat bagian dari ghanîmah (bagian harta rampasan perang), pergi ke masjid dan olahraga dengan berjalan, dan beberapa contoh semisal. Bagaimana hukum perbuatan semacam ini? Apakah embel-embel tujuan itu merusak ibadah?

Niat tersebut sesungguhnya tidak merusak amal ibadah, hanya saja dapat mengurangi pahalanya sesuai kadar kecenderungannya terhadap niat yang lain itu. Yang lebih utama tentunya tidak menyertakan niat sampingan itu dan tidak dimunculkan bersamaan dengan niat karena Allah Swt.

Nah bagaimana dengan sedekah, tahajjud dan shalat dhuhanya yang diniatin kepengen berubah hidupnya, kepengen dapat jodoh, kepengen hutang lunas, kepengen pergi haji dan umroh, kepengen punya anak dan hajat lain sebagainya. Niatnya harus tetap dijaga karena Allah SWT semata sementara hajat dan keinginannya maka posisikan sebagai do’a yang dipanjatkan selepas kita beramal shaleh maka amal shaleh tersebut menjadi wasilah (perantara yang jadi pertimbangan Allah untuk mengabulkan do’a kita). Kan sayang ada kesempatan berdo’a lalu tidak dimanfaatkan, ada waktu mustajab berdo’a tapi tidak berdo’a.

Ketiga, berbuat dengan niat yang tidak diperkenankan. Yaitu ketika melakukan suatu ibadah tapi ada tujuan tertentu yang tidak diperbolehkan, misalnya ingin dilihat, didengar, dipuji, atau dikenang. Apakah ibadah ini dianggap tidak diterima? Jika niat itu merupakan sumber asli sebuah amal perbuatan maka tidak diterima. Apabila niat riya itu muncul ketika melakukan ibadah kemudian berusaha menghilangkannya dengan bermujahadah, maka amalannya benar dan mendapat pahala karena bermujahadah. Tetapi jika penyakit riya itu timbul ketika melakukan suatu amalan kemudian kita biarkan, dan tidak ada usaha menghilangkannya, maka perbuatannya tidak dibenarkan.

Keempat, beramal untuk kemaslahatan dunia semata. Misalnya berpuasa hanya untuk menjaga kesehatan tanpa mengharap pahala, haji untuk berdagang saja, mengeluarkan sedekah dan zakat agar hartanya bertambah saja, pergi ke masjid untuk berolahraga dengan berjalan, dan lain sebagainya. Tipe seperti ini jelas salah dan tidak diterima. Firman Allah dalam surah Al-Isra’ ayat 18:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.”
(QS Al-Isra’ [17]: 18)


Kelima, Beramal karena riya semata. Amalan semacam ini jelas tertolak dan tidak mendapat pahala, bahkan pelakunya berdosa. Larangan-larang terhadap riya dari Al-Quran dan hadits utamanya menunjuk langsung kepada amalan seperti ini.
Ibnu Majah meriwayatkan, dari Syaddâd bin Aus r.a. dia berkata: “Rasulullah Saw. besabda,
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَتَخَوَّفُ عَلَى أُمَّتِي الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ أَمَا إِنِّي لَسْتُ أَقُولُ يَعْبُدُونَ شَمْسًا وَلَا قَمَرًا وَلَا وَثَنًا وَلَكِنْ أَعْمَالًا لِغَيْرِ اللَّهِ وَشَهْوَةً خَفِيَّةً
 “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan dari umatku adalah syirik kepada Allah, bukan yang kumaksud dengan syirik adalah menyembah matahari, bulan atau berhala, tetapi amalan-amalan yang ditujukan selain karena Allah dan syahwat yang tersembunyi.”
(HR. Ibnu Majah)

 Dalam hadis lain yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Mahmud bin Labîd r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَر

“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan dari umatku adalah syirik kecil.”

 Para sahabat bertanya:
وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟

“Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu?
Beliau menjawab

الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً

‘riya’. Allah Azza Wajalla akan berkata kepada mereka pada Hari Kiamat, ketika setiap orang telah mendapatkan ganjaran amalannya : “Pergilah kalian kepada orang-orang yang engkau berbuat riya karena mereka di dunia, dan lihatlah apakah kalian akan mendapatkan imbalan dari mereka.”
(HR. Imam Ahmad)

Terakhir ada ayat yang paling mengerikan buat kita yang merasa sudah beramal shaleh, ayat apa itu?

QS Al Furqan ayat 23:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
 “dan kami tunjukkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”
(QS Al Furqan [25]: 23)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah akan memperlihatkan segala kebaikan yang pernah dikerjakan orang kafir selama hidup di dunia seperti; menghubungkan silaturahmi, menolong orang yang menderita, memberikan sedekah untuk meringankan bencana alam, memberi bantuan kepada rumah sakit, yatim piatu, membebaskan atau menebus orang-orang tawanan dan sebagainya.

Kebaikan-kebaikan itu walaupun besarnya laksana gunung, mereka hanya dapat melihat saja, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan di angkasa. Mereka sedikitpun tidak dapat mengambil manfaat darinya, sehingga mereka duduk termenung penuh dengan penyesalan. Itulah yang mereka rasakan sebagai akibat kekafiran dan kesombongan mereka, amal perbuatan mereka tidak bermanfaat sama sekali pada hari itu, tidak ada pahalanya sebab syaratnya tak terpenuhi, yaitu iman, akan tetapi mereka telah mendapatkan balasannya selagi mereka di dunia. Hal ini harus menjadi perhatian juga buat kita sebagai orang yang beriman. Jangan sampai amalan kita hilang begitu saja pahalanya karena dilakukan bukan karena Allah SWT. Na’udzubillah…

Wakafaa billaahi syahiida! cukuplah Allah Yang menjadi saksi atas segala amal kita, rugilah bila keseriusan kita beribadah tidak didasari niat karena Allah Sang Khalik, tapi karena ingin dipuji makhluk-Nya. Na’udzu billahi min dzaalik!…

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَناَ أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ مِمَّا لاَ أَعْلَمُ
“Ya Allah, Sungguh aku berlindung kepadaMu dari berbuat syirik dalam keadaan tahu, dan saya memohon ampunan dari apa yang tidak saya ketahui.”
(HR. Bukhari)

 Wallahi qod ballaghtu. Demi Allah, saya sudah sampein nih ya.

Demikian Kyai menutup ta’limnya dan mengajarkan do’a pamungkas agar kita terhindar dari perbuatan syirik, sebagai tanda bahwa ta’limnya akan segera usai. Pengajian kemudian ditutup dengan do’a kifarat majelis.

Sahabat…
Saya akan kupas sedikit tentang hal lain dalam tulisan niat dalam beramal.

Karena sepengetahuan saya yang menjadi pembeda antara pekerjaan yang berdimensi dunia itu ber-value akhirat atau tidak. Sayang sekali kalau tidak paham, akhirnya tidak mengoptimalkan dan memanfaatkan momen keseharian dan pekerjaan sehari-hari menjadi pahala di sisi Allah SWT.

Contoh hal sederhana, makan-makanan halal dan minum-minuman halal itu kan mubah, coba selipkan niat dan do’a sebelum makan, maka ia akan bervalue di sisi Allah. Makan tanpa niat atau do’a dan dengan niat atau do’a sama saja kenyangnya yang jadi beda adalah apakah ia ber-value ibadah di sisi Allah atau tidak dan yang menjadi pembeda adalah keberkahannya. Karena kalau makan tanpa diring do’a atau niat baik maka syetanpun ikut nimbrung.

“Allahumma bariklana fima razaqtana wa qina adzabannar”

“Ya Allah berkahilah apa-apa yang telah Engkau anugerahkan kepada kami dan hindarkanlah kami pedihnya dari adzab neraka”

“Ya Allah, sehatkan badan saya dengan sebab makanan ini, sehingga akan lebih khusyu’ lagi beribadah.”
Dan masih banyak lagi…

So… niat kudu bener
Kudu banyak belajar biar bisa beramal dengan cerdas dan melakukan amalan-amalan cerdas.

Shodaqallahul'adzim..

*Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya setelah membaca setiap artikel yang ada pada blog ini, shukron
Assalamu'alaikum.. 
By Putra Ramanda


1 komentar: